Nov 25, 2010

Fatwa Ulama Wajib Dipatuhi


Diriwayatkan ama Tabloid Gema Baiturrahman pada 11/20/2010

WAWANCARA | Muslim Hasan Birga , Fasilitator IMPACT

Ulama adalah bagian dari komponen pembangun ummat. Peran ulama tidak kalah besar dengan peran pemerintah. Apa saja peran yang harus diisi oleh para ulama? Dan bagaimana ulama mempercepat agenda kerjanya? Berikut petikan wawancara jurnalis Gema Muhammad Meflin dan Eriza dengan Muslim Hasan Birga

Bagaimana Anda melihat peta problematika ummat di Aceh?
Ada tiga hal pokok masalah ummat di Aceh hari ini. Pertama urusan pendidikan, kedua ekonomi, dan ketiga kesehatan. Ketiga hal ini mestinya menjadi fokus perhatian dan menjadi sasaran kerja ulama dan lembaga ulama, kalau ingin membangun Aceh masa depan yang berbasis syariat Islam kaffah.

Konkretnya bagaimana?

Misalnya masalah ekonomi terutama kemiskinan atau tingkat kesehatan masyarakat yang rendah, sebenarnya berawal dari proses pendidikan. Konstruksi pendidikan di Aceh bukan yang sesuai dengan konstruksi pendidikan Islam. Pendidikan hari ini secara umum pondasinya tidak kuat dan jelas, termasuk arah kebijakannya. Sebab masih berkiblat kepada model-model pendidikan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam artian masih berkiblat ke Barat, sehingga semuanya harus dirasionalkan. Semua kurikulum kita masih berkiblat ke Barat yang lebih mengutamakan sains dan eksakta dan itu digembor-gemborkan seolah-olah menjadikan pendidikan yang paling menjanjikan bagi masa depan. Akibatnya pendidikan yang menurut Islam itu fardhu ‘ain misalnya pelajaran Al-Quran, Hadits, aqidah, tasawuf/akhlak. Fiqih dan Bahasa Arab menjadi pendidikan yang di-nomordua-kan.

Apakah ulama sudah memberikan perhatian serius terhadap ketiga masalah di atas?
Sudah, tapi belum terjadi dengan kerja yang sistematis. Ulama masih bekerja sendiri-sendiri, seolah-olah ini hanya menjadi agenda ulama belum menjadi agenda secara bersama. Yang harus dilakukan adalah bagaimana agenda ini harus didukung dan dilakukan oleh semua pihak. Baik oleh pemerintah, LSM, pihak-pihak yang bekerja di Aceh, pengusaha, dan sebagainya.

Maksud kerja yang sistematis?
Misalnya dibidang pendidikan, ulama seharusnya dapat merumuskan strategi pendidikan Islam yang disepakati oleh semua pihak. Perumusan ini dilakukan dengan melibatkan semua komponen ulama yang ada. Baik ulama dayah maupun ulama akademik yang ada di kampus. Plus pihak-pihak yang berkompeten dan bekerja di bidang pendidikan. Kemudian untuk mengatasi masalah kemiskinan, ada potensi umat, yaitu zakat. Supaya ada kebijakan yang tegas dan jelas dan dapat diratifikasikan ke semua institusi yang ada di Aceh. Misalk orang Islam di Aceh hanya diwajibkan membayar zakat, tidak perlu membayar pajak. Wajib bayar pajak hanya bagi orang-orang yang bukan beragama Islam saja. Maka kebijakan tentang hal ini, MPU harusnya mengeluarklan fatwa dan fatwa itu harus diratifikasi oleh DPR menjadi qanun dan kebijakan ini harus sampai ketingkat nasional. Zakat ini harus dikelolola secara professional dengan merumuskan pemikiran-pemikiran baru atau dapat mencontoh apa yang dipraktekkan oleh negara lain misalnya di Malaysia.

Opini Anda Berkaitan dengan rapat koordinasi ulama?

Kerja besar ulama adalah mengajak semua komponen untuk menjadikan syariat Islam itu menjadi mainstreaming, crosscutting. Jadi Ulama harus mengeluarkan indikator pembangunan yang mendukung syariat Islam dalam segala aspek. Sebab bicara pembangunan ini bukan hanya pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Indikator-indikator itu harus keluar. Kalau di dalam aspek pembangunan perdamaian ada namanya indikator pembangunan sensitif konflik, sensifik gender. Jadi harus keluar di Aceh ini indikator pembangunan yang bersyariat Islam, dan itu harus dilakukan oleh ulama.

Pandangan Anda terhadap fatwa-fatwa ulama selama ini?
Ada sebuah fatwa yang berkaitan dengan arah kebijakan terhadap pelaksanaan syariat Islam. Harus ada kebijakan anggaran dan alokasi untuk penegakan syariat Islam di Aceh. Bukan hanya anggaran pembangunan fisik tapi juga kepada sektor nonfisik. Jangan disamakan Dinas Syariat Islam dengan dinas-dinas yang lain. Dari begitu banyak PR penegakan syariat Islam ini, anggarannya hendaknya juga harus berbanding atau diistimewakan. Kemudian pada posisi tawar ulama. Harus ada rekomendasi yang mengatakan bahwa fatwa ulama itu wajib dipatuhi dan mengikat sebagaimana fatwa Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Karena apapun yang kita bicarakan tadi tentang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, kalau fatwa ini tidak didengar, tidak diratifikasi, percuma saja.

Apa yang harus dilakukan ulama untuk mempercepat agenda kerjanya?
Mengkonsolidasikan semua organisasi Islam yang ada di Aceh kepada satu tujuan. Mereka harus dikonsolidasikan untuk menggerakkan, untuk menjadi juru kampanye syariat Islam, juru kampanyenya ulama. Bisa sebagai fasilitator atau mediator kepada publik. Sehingga pesan-pesan tentang syariat Islam ini dapat tersampaikan secara maksimal bagi semua pihak.

Ajang Ulama Satukan Persepsi


Diriwayatkan ama Tabloid Gema Baiturrahman pada 11/20/2010

LIPUTAN | Rakorda Majelis Ulama se Sumatera XIII
Hari ini merupakan hari ketiga Rapat Koordinasi Antar Daerah (Rakorda) MPU Aceh – MUI se-Sumatera yang berlangsung 3-7 November 2010 di Banda Aceh. Menurut jadwal dari pihak panitia, rakorda hari ini akan mencapai puncak kegiatan dimana terdapat paparan isu strategis tentang kerukunan umat, yaitu upaya mencegah aliran sempalan dan upaya perbaikan akhlak bangsa.
Rakorda ini merupakan kegiatan rutin MUI regional Sumatera, dimana MPU Aceh termasuk di dalamnya. Selain sebagai forum tahunan juga forum silaturahim ulama se Sumatera. Demikian disampaikan Ketua MPU Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim MA.
“Selain itu juga sebagai wadah untuk mencari solusi atas problem yang dihadapi ummat,” tambah Ketua Panitia Rakorda, Drs. M. Nasrun.
Masalah utama pendangkalan aqidah di Aceh menurut Drs. M. Nasrun, beda dengan masalah umat Islam di luar Aceh. “Problema ummat secara umum di sana misal pemberdayaan ekonomi ummat serta penguatan karakter akhlak bangsa,” kata dia.
Tgk. H. Muslim Ibrahim MA lebih lanjut menerangkan, kegiatan ini memiliki sasaran menyatukan visi dan misi serta persepsi di kalangan Ulama se Sumatera dalam melaksanakan fungsinya sebagai khadimul ummah (pelayan ummah) serta terus menerus menegakan amar makruf nahi mungkar secara terkoordinir.
“Selain meningkatnya peran ulama Aceh dalam berbagai kegiatan pembangunan manusia seutuhnya, juga meningkatkan kerjasama dan saling pengertian antara organ MPU Aceh - MUI dengan berbagai pihak, terutama instansi pemerintah, ormas Islam, lembaga kepemudaan, lembaga swadaya masyarakat, media massa dan dunia usaha,” jelas Tgk Muslim Ibrahim.
Indikator Pembangunan Syariat Sementara itu, aktifis Meumada, Muslim Hasan Birga menilai positif akan Rakorda Ulama se Sumatera dengan penuh catatan. Menurutnya, kerja besar ulama adalah mengajak semua komponen untuk menjadikan syariat Islam itu menjadi mainstreaming.
“Jadi, ulama harus mengeluarkan indikator pembangunan yang mendukung syariat Islam dalam segala aspek. Jadi, harus keluar di Rakorda Ulama ini indikator pembangunan yang bersyariat Islam, dan itu harus dilakukan oleh ulama,” sebutnya.
Muslim juga berharap, ada sebuah fatwa yang berkaitan dengan arah kebijakan terhadap pelaksanaan kebijakan syariat Islam. Termasuk kebijakan anggaran dan alokasi dana yang cukup untuk penegakan syariat Islam di Aceh. Bukan hanya anggaran pembangunan fisik tapi juga kepada sektor nonfisik.
Kemudian pada posisi tawar ulama, lanjut Muslim, harus ada keluar rekomendasi yang mengatakan bahwa fatwa ulama itu wajib dipatuhi dan mengikat sebagaimana fatwa Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Karena apapun yang kita bicarakan bila fatwa ini tidak didengar, tidak diratifikasi, percuma saja.
Rakorda Majelis Ulama se Sumatera ini diikuti sedikitnya 300 peserta yang terdiri dari kalangan ulama se Sumatera dan Aceh. Turut hadir utusan Majelis Ulama Indonesia dari Jakarta seperti KH. Ma’ruf Amin, Dr. Anwar Abbas MM serta Ir. Rahmi Hidayati Duriat. Panitia juga memastikan, bahwa di penghujung rakorda, akan ada ziarah wisata religius di seputaran Banda Aceh dan Aceh Besar. (dha)